Jakarta, Kompas - Sejak Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh terbit, jumlah organisasi buruh meningkat tajam dari awalnya hanya satu, yakni Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau SPSI. Walau sebagian pengusaha mulai menerima keberadaan serikat buruh di lingkungannya, aktivis buruh masih menghadapi berbagai tantangan karena masih ada pihak yang belum memahami fungsi mereka secara utuh.
Demikian terungkap dalam seminar Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) bertajuk ”10 Tahun Peringatan Ratifikasi Konvensi Kebebasan Berserikat 1998- 2008”, Kamis (28/8) di Jakarta.
Hasil verifikasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terdapat 87 federasi serikat buruh yang berafiliasi ke Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Indonesia adalah negara pertama di Asia yang meratifikasi Konvensi Pokok ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat pada tahun 1998. Pemerintah kemudian menerbitkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Presiden K-SBSI Rekson Silaban mengatakan, kriminalisasi aktivis serikat buruh masih terjadi. Hal ini menunjukkan penegakan hukum masih belum berjalan.
”Jika sudah ada penegakan hukum, pasti tidak ada yang berani menghalangi kebebasan berserikat. Pemerintah harus tegas soal ini,” kata Rekson.
Presiden KSPI Thamrin Moosi mengatakan, anggota serikat pekerja tidak hanya menghadapi teror dari manajemen, tetapi juga dari oknum pemerintah.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rachman, kebebasan berserikat saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Akan tetapi, dia menyesalkan masih banyak aktivis serikat buruh yang kebablasan dalam berorganisasi.
”Pengusaha dan buruh seharusnya bersatu untuk mewujudkan negara yang sejahtera. Bukan malah terus bertengkar,” tuturnya. (ham)
[ Kembali ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar